Beberapa hari ini entah kenapa topik pembicaraan yang sering kudengar adalah tentang perselingkuhan. Selingkuh artinya salah satu atau keduanya telah memiliki pasangan. Dan yang mengerikan adalah ternyata banyak dari pasangan selingkuh itu yang sama-sama telah memiliki istri atau suami dan anak. Hoel!!
It's mean... pernikahan bukanlah akhir. Pernikahan adalah tujuan, maka ketika menikah selesailah sudah sebuah perjalanan. Seperti yang sering kita baca, sebuah pernikahan ibarat kapal yang berlayar di lautan luas. Lumrahnya lautan, tentu ada ombak dan badai yang mampu menghancurkan dan menenggelamkan kapal. Maka ketika kawan bertanya "suami mana ka?" saat melihatku mengangkut karpet yang besar menggunakan sepeda motor, aku hanya menjawab "pernikahan kadang tak seindah yang kau bayangkan!" hahaha.
Itulah, kebanyakan nonton drama korea membuat para wanita (khususnya) mengangkan sebuah pernikahan sempurna. Lupa bahwa pernikahan adalah awal dari sebuah perjalanan baru yang takkan pernah kau bayangkan akan seperti apa tikungan, turunan, ataupun tanjakan jalan tersebut. Perlu banyak bekal, eh salah bukan banyak tapi sangat buanyaaak bekal sebelum melangkah ke pernikahan. Ingatlah wahai saudara-saudara materi, kecantikan atau ketampanan, pekerjaan yang mapan bukanlah jaminan akan langgengnya sebuah pernikahan. Tengok berapa banyak pasangan yang berpisah meski telah memiliki kemapanan finansial, berapa banyak suami istri yang saling terluka dan meneteskan air mata padahal sama-sama berpendidikan tinggi, berapa banyak laki-laki dan perempuan yang memutuskan untuk mengakhiri sebuah pernikahan meski sama-sama cantik dan tampan.
"Lalu apa yang mesti aku siapkan ka agar penikahan kami nanti menjadi pernikahan yang penuh diberkahi Allah, keluarga yang kami bentuk nanti adalah keluarga sakinah, mawaddah, wa rahmah?" Tanya seseorang yang sedang galau hadapi pernikahan, sebut saja dia Mawar :p
Aku terdiam, pernikahanku yang baru seumur anak SD ini tentu tak pantas beri resep atau tips apalah tentang pernikahan. Belum banyak yang kami hadapi, ibarat prajurit belum banyak peperangan yang kami ikuti jadi mungkin belum teruji. "Saya cerai dengan suami di tahun ke 26 pernikahan kami." Ucap seorang Ibu padaku. Aku melongo. 26 tahun ternyata tak mampu hadirkan pondasi yang kokoh dalam sebuah mahligai bernama pernikahan.
Aha!! itu dia. Pondasi! langkah awal dalam membangun pernikahan adalah kuatkan pondasinya. Kokohkan dengan keimanan dan ketakwaan. Ah klise banget sih, sudah sering kami dengar. Iman dan takwa di sini bukan hanya, oh oke, aku beragama, aku sholat, aku bisa baca al qur'an, bukan hanya itu sayangku. Tapi apapun yang akan kita bangun, pasang, dirikan dalam bangunan pernikahan kita, framenya adalah iman dan takwa. Tujuan kita membangun pernikahan ini adalah karena Allah, untuk meraih keberkahan dan keridhoanNya. bukan karena umur sudah banyak, didesak orang tua, capek dibully karena kelamaan jomblo. Jika Allah dihadirkan dalam pernikahan kita, maka kokohlah sudah pondasi mahligai pernikahan yang akan dibangun.
langkah kedua adalah ILMU! Sengaja diberi huruf besar semua biar paham ilmu sangat penting dalam sebuah pernikahan. Belajarlah sebelum melangkah, sehingga kita siap menghadapi sesulit apapun masalah yang akan kita temukan nanti. Ilmu dalam pernikahan banyak, tak cukup waktu jika kita memelajarinya seminggu sebelum menikah. Ada banyak Standar Operasional Prosedur (SOP) berumah tangga yang mesti dikuasai. Tentang komunikasi hingga manajemen konflik, dan belum lagi urusan-urusan teknis dan mendetail seperti jemuran dan memasak. Dan ingat framenya tetap iman dan takwa. Belajarlah, bacalah buku-buku, berdiskusilah dengan ahli agama, mintalah nasehat dari orang lain. Ambillah hikmah dari tiap pernikahan yang dijumpai. Shakespeare mengatakan barang siapa yang naik panggung tanpa persiapan akan turun panggung dalam kehinaan.
Pernikahan adalah sebuah jalan baru yang untuk melaluinya perlu peta agar tidak tersesat, perlu kamus sehingga tidak salah mengartikan tanda yang diberikan oleh pasangan, perlu stamina yang kuat agar tak mudah lelah, dan perlu fikir yang jernih hingga mampu ambil keputusan apabila berdiri di persimpangan. Sekali lagi, Ilmu kawan, siapkan bekal ilmu sebanyak-banyaknya agar tidak turun panggung dengan terhina.
Langkah ketiga, tentu saja adalah kesabaran dan kesyukuran. Jodoh itu Allah yang pilihkan. Sangat banyak orang yang kecewa dengan pasangan ketika sudah menikah. Mulai dari kebiasaan-kebiasaan kecil pasangan yang mengganggu hingga sifat dan karakternya. Saat menikah, maka terbukalah siapa sesungguhnya pasangan kita. Bagaimana keimanannya, pemikirannya, karakter dan tabiatnya. Jika ternyata semua itu tidak sesuai dengan keinginan kita, maka bersabarlah. Ingatlah kita menikah dengan orang yang selama berpuluh tahun hidup dengan caranya sendiri, lalu kita ingin dia berubah dalam hitungan bulan? Bersabarlah, ingatlah bahwa Ia adalah pasangan terbaik yang Allah pilihkan, lalu doakan. it's enough!
Catatan di atas tentu saja sebagai pengingat kepada diriku sendiri. Bahwa pernikahan adalah sebuah dunia baru yang tentu saja kita tetap harus mengupgrade terus kualitas diri agar mampu bertahan. Pernikahan bukan tentang aku dan kamu, tapi tentang bagaimana kita bersinergi hingga mampu tetap berpegangan tangan sehebat apapun badai yang menerpa. Lalu kemudian kita sama-sama berakhir di sebuah mahligai yang bernama surga, dan kamu tetap menjadi pendampingku.






Mantul (Mantap Betul)
BalasHapus