Teringat dulu, jauh sebelum menikah, seorang teman pernah berkisah tentang pernikahan temannya yang kandas karena banyaknya permasalahan terkait factor perbedaan suku. Kemudian, di akhir cerita beliau menyarankan untuk menikah dengan laki-laki yang sesuku, agar jurang perbedaan tidak terlalu besar.
Bagiku, yang memang punya impian menikah dengan laki-laki yang berbeda pulau. Saran itu hanya berlalu begitu saja. Wusssh…
Hingga beberapa masa kemudian, aku menikah dengan laki-laki dari seberang pulau yang sangat berbeda latar belakang, adat dan budaya.
Sulitkah?
Menjalani pernikahan dengan latar kehidupan sangat berbeda?
Awal-awal masa setelah pernikahan, perbedaan itu terkadang disadari atau tidak turut memacu timbulnya masalah. Tapi, karena dari awal menikah aku telah berkomitmen untuk menghargai dan menghormati perbedaan itu. Maka, setiap permasalahan itu hanya dapat tersimpan dalam hati.
Tapi, justru disitulah masalahnya. Diam, memendam sendiri bukan action yang dapat menyelesaikan masalah. Sejak itu, aku dan suami mulai belajar untuk terbuka menyelesaikan masalah terkait dengan problem kesukuan ini.
Dari pengalamanku yang baru beberapa bulan, ada beberapa tips yang bisa kubagi untuk pasangan yang berbeda adat dan budaya ini. Cekidot ya gan ^_^
1. Stop generalisasi
Ketika sedang ngobrol dengan pasangan kita, hindari mengeneralisir suatu masalah atau keadaan yang terkait dengan kesukuan pasangan kita. Contohnya ni ya, “orang banjar itu ternyata pelit ya yah?” padahal suaminya orang banjar. meskipun niat awalnya ingin bercerita tentang tetangga sebelah yang pelit, kebetulan tetangga itu orang banjar. Jadi, hindari itu ya!
Jika ingin bercerita, sebutkan individunya. Si A, atau si B. hindari orang suku ini, orang suku itu, karena lama kelamaan itu sangat menjengkelkan. Sumpeee deee…
2. Berbagi rasa masakan
Nah! Disini biasanya yang sering jadi biang keladi kerusuhan. aku cerita ya. Keluargaku merupakan orang banjar asli..asli..asli. gak ada sentuhan ataupun perpaduan dengan suku lain. Jadi sejatinya aku ini merupakan galuh banjar asli (hohoho). Sedangkan suamiku terlahir dengan darah jawa yang kental. Kebayang kan gimana berbedanya kita soal masakan. Apalagi dulu suami sering ngeluh kalo masakan orang sini (banjar) gak enak. Jengkeeeeeell banget dengernya. Beneran! ><!
Akhirnya kita sering ngomongin masalah ini. Kita tau, bahwa enak dan tidak enak itu relatif, tergantung lidahnya. Orang banjar juga gak suka masakan jawa. Jadi hentikan bilang masakan daerah ini gak enak, daerah itu enak. Karena selera orang berbeda-beda. Setiap daerah punya keunikan dalam kulinernya masing-masing. Kita tidak suka dengan masakan dari daerah lain karena tidak terbiasa.
Aku bersyukur punya suami yang tidak pilih-pilih soal makanan. Namun, sebagai seorang istri, aku menyadari pasti sesekali suami ingin juga merasakan masakan khas dari daerahnya, secara dia tinggal jauh dari kampung halaman.
Positifnya, karena masalah ini, aku rajin nyoba-nyoba resep masakan jawa, mencoba menghadirkan masakan rumahnya di istana kecil kami. Dan tampaknya suami sangat senang. Bukan begitu pak mus? Hehehehe…
3. Saling menghormati
Basi kali ya bicara tentang saling menghormati. Aplikasinya dilapangan sulit banget. Terkadang kita kalo ngomong sering merasa paling benar. Hormati dan hargai pasangan kita sebagai seorang individu, tak peduli dari suku mana ia berasal.
4. Bicara!
Jangan diam aja jika suami mulai ngomong yang berbau sara. Saya sering bilang sama suami, “kita jangan sampai bertengkar hanya karena suku!”.
Jika, ada yang tidak enak dengan perlakuan pasangan terhadap diri kita. Ngomong duuuuunnk. Karena pasangan kita bukan malaikat, yang bisa tahu apa yang kita pikir dan rasakan meski kita tidak bicara. Bicarakan untuk mencari solusi, bukan untuk menjudge atau menyalahkan. Let’s talk!
5. Ingat komitmen awal
Ketika terjadi konflik yang berasal dari masalah ke-suku-an ini, sebaiknya ingat komitmen awal ketika dulu menikah. Komitmen untuk saling menghargai, menghormati, percaya sebagai suami dan istri. Dan kemudian betapa indahnya pernikahan membingkai semua perbedaan itu.
Jadi, jangan takut untuk membina hubungan rumah tangga dengan orang yang sangat berbeda latar belakang, adat dan budaya itu yaaa…
Ambil hikmahnya, misalnya kita bisa sering jalan-jalan (minimal mudik, hehehe), pengetahuan kita terhadap kuliner, bahasa, dan kebiasaan dari daerah lainpun menjadi bertambah.
Hhmmm..kira-kira gitu deh…^_^
Rabu, 27 Juli 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)






0 komentar:
Posting Komentar